Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku Habis Gelap Terbitlah Terang (R.A. Kartini)

Judul: Habis Gelap Terbitlah Terang
Penulis: R.A. Kartini
Penerbit: Balai Pustaka, 2008
Tebal: 274 halaman
Kondisi: Stok lama (bagus)
WA 085225918312

Habis Gelap Terbitlah Terang adalah buku kumpulan surat yang ditulis oleh Kartini. Kumpulan surat tersebut dibukukan oleh J.H. Abendanon dengan judul Door Duisternis Tot Licht. Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa.

Buku Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan kembali dalam format yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari Door Duisternis Tot Licht. Buku terjemahan Armijn Pane ini dicetak berulang kali. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Armijn Pane menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Ia membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. Pembagian tersebut ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan pemikiran Kartini selama berkorespondensi. Pada buku versi baru tersebut, Armijn Pane juga menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya terdapat 87 surat Kartini dalam "Habis Gelap Terbitlah Terang". Penyebab tidak dimuatnya keseluruhan surat yang ada dalam buku acuan Door Duisternis Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat. Alasan lain adalah untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman. Menurut Armijn Pane, surat-surat Kartini dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan perempuan. Ini pula yang menjadi salah satu penjelasan mengapa surat-surat tersebut ia bagi ke dalam lima bab pembahasan.

Membaca buku ini akan mengembarakan pada kedalaman ruang pikir dan rasa seorang almarhumah Kartini terhadap kehidupan. Banyak pemikirannya yang tidak sejalan dengan mayoritas masyarakat pada umumnya. Mulai dari menggugat adat istiadat yang merendahkan manusia, diskriminasi kaum perempuan, hingga pertentangan-pertentangan batin dirinya sendiri.

Sangat menarik membaca surat-surat pribadinya dengan Nyonya Abendanon, hubungan yang sangat intim hingga almarhumah Kartini memanggil beliau dengan panggilan Ibu.

Contohnya pada percakapan pada halaman 92-93:
"Jalan kepada Allah dan jalan kepada padang kemerdekaan hanyalah satu. Siapa yang sesungguhnya jadi hamba Allah, sekali-kali tiada terikat kepada manusia, sebenar-benarnya merdekalah dia. Dalam beberapa hari ini ada yang menimpa diri kami. Bila hal itu kejadian sebelum ada perubahan di dalam dunia rohani kami ini, tentulah kami akan menjadi berputus asa. Tetapi sekarang kami berpegang teguh pada tangannya, mata kami dengan tiada putus-putusnya kami tujukan kepada Dia-Dia akan mengemudikan kami menimbang-dengan kasih sayangnya...Dan lihatlah, gelap menjadi terang, angin ribut menjadi angin sepoi-sepoi. Semuanya yang ada di sekeliling kami tetap seperti sediakala, memang tidak berubah, tetapi bagi kami sudah berubah. Yang berubah itu sebenarnya di dalam diri kami, maka disinarinyalah segala yang ada dengan cahaya-Nya. Alangkah tenang dan damainya di dalam rohani kami... Ibuku sayang, kami sangat berbahagia. Bukan bahagia yang bergetar, riang gembira-melainkan rasa bahagia yang tenang, damai, mesra."

Lalu pada surat halaman 167:
"Ada cahaya menembus, sampai kepada kami. Cahaya murni, kudus. Seolah-olah kami mendapat sempena! Kami tiada merasa takut, tiada merasa gentar lagi, telah damai hati kami, kami telah percaya. Aduhai! Alangkah dinanya kami, alangkah rendahnya! Besar harapan kami, moga-moga datang juga ketikanya, kami hidup bukan untuk keperluan kami saja, melainkan untuk semangat di dalam hati kami. Bukan bahagia yang riang gembira, yang terasa mengharu-biru, hidup di dalam diri kami, melainkan sukacita kesyukuran, karena kami telah mendapat; setelah melalui kebimbangan yang tidak putus-putusnya. kehilangan percaya, dan setelah menempuh kesukaran dunia, kami pun tibalah di tempat yang dituju. Tiada dapat saya lukiskan perasaan jiwa kami berdua, pada masa ini, tiadalah terlukiskan rasa itu, harus dirasakan.
Yang dapat saya katakan, ialah bahwa kami sangatlah berbahagia oleh karena itu, hingga kami menjadi lebih bagus rupanya dan usaha cita-cita kami lebih murni adanya. Pada waktu kemudian ini amatlah jauhnya kami cari Cahaya itu, padahal sangat dekat letaknya, senantiasa bersama-sama kami, di dalam diri kami!
Sekarang lebih kokoh terasa oleh kami badan kami, dan segala sesuatu tampak oleh kami dengan cahaya yang sangat berlainan dengan dahulu. Sudah lama ia berdaya upaya, tumbuh dalam ruh kami; kami yang tiada tahu rupanya, dan Nyonya van Kol yang meyibakkan tabir yang tergantung di hadapan kami. O! Sangatlah terima kasih kami kepadanya, lebih lagi daripada segala yang lain-lain yang telah diperbuatnya untuk kami dan yang akan diperbuatnya lagi.
Sebelum saya menerima surat, Ibu bertanya kepada saya, "Siapakah yang menjadikan engkau bercita-cita demikian itu?" dan pada ketika itu telah saya jawab begini, "Petunjuk Tuhanlah itu."

dan banyak lagi cuplikan-cuplikan surat yang menyatakan makna esensial dari buku ini, Habis Gelap Terbitlah Terang.
Pesan Sekarang