Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jual Buku Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan

Judul: Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan
Penulis: Annastasia Melliana S
Penerbit: LKiS, 2006
Tebal: 237 halaman
Kondisi: Bagus (stok lama)
Harga: Rp. 55.000 (blm ongkir)
Order: SMS/WA 085225918312



Membahas kecantikan tidak bisa mangkir dari sketsa tentang bentuk tubuh perempuan. Syarat menjadi cantik paling tidak perempuan mempunyai postur langsing, seperti orang kebanyakan menyebut berbodi biola. Buah dada padat, kekar dan menonjol, pinggang dan pinggul harus magnetik, perut paling tidak harus rata, dan sedikit berotot akan lebih baik untuk menambah eksotisme definisi cantik.

Cantik menjadi fenomenal dalam budaya kini. Setiap sudut ruang publik selalu menampilkan perayaan dan wicara kecantikan. Mulai dari promosi produk kosmetik, alat peraga body language, pameran otomotif atau produk rokok selalu menghadirkan citra tubuh perempuan yang cantik. Kecantikan menjadi panorama hasrat publik dalam mencitrakan perempuan. Yang cantik telah menggerakkan vitalitas kehidupan dan memberi kapasitas beragam makna yang menjawab prinsip-prinsip kesenangan.

Namun bergerak dalam alam bawah sadar kebudayaan manusia sugesti kecantikan telah menanamkan doktrin rasis yang menyingkirkan heterogenitas perbedaan tentang tubuh. Cantik pun menjadi doktrin yang memihak pada pembakuan dogma ras kulit putih sebagai mainstream standar representasi tubuh perempuan. Doktrin ini berkembang biak dan mulai menegasikan perbedaan ras kulit hitam serta menolak adanya representasi liyaning liyan terhadap tubuh. Tubuh gemuk akan dilekati oleh bayang-bayang obesitas sehingga kerapkali gemuk menjadi sindrom yang menakutkan bagi kebanyakan perempuan, begitu pun kulit lapuk atau menjadi hitam, juga merangkai munculnya gangguan imajinasi tentang tubuh perempuan. Menyangkut warna kulit yang dikatakan cantik tidak lain identik dengan kulit putih.

Mengapa demikian? Fenomena ini, seperti kata Guattari tidak lain adalah epistema dari mesin hasrat. Bahwa representasi tubuh merupakan manifestasi diskursif antara tubuh sebagai milik diri yang hadir bersama-sama dalam realitas keseharian. Kehadirannya di ruang publik telah membuka ruang metamorfosis dari beragam interpretasi sosial dan hasrat publik akan tubuh. Dalam ruang publik tubuh dengan aliran fashion tertentu tidak lagi milik diri murni akan tetapi ia juga milik sosial (publik) atau keberadaannya juga tergantung pada akumulasi kepentingan politik tentang bagaimana kehadiran tubuh dalam ruang sosial diatur agar ia mempunyai kesinambungan dengan kehendak kuasa.

Representasi tubuh tidak dengan sendirinya bebas dari kepentingan pemaknaan. Tubuh merangkai sebuah fungsi yang terpaut dengan politik diskursif yang berkehendak atas tubuh perempuan. Seperti dalam fashion wajah tubuh ditundukkan oleh kuasa bahasa gaya-model, begitu juga wacana publik, ia akan akan mengatur kehadiran tubuh perempuan. Citra tubuh dalam doktrin model adalah idealitas tubuh tinggi dan langsing. Pencitraan seperti itu kemudian menjadi obsesi yang direproduksi sebagai habitus baru dalam merangkai definisi kecantikan dan representasi tubuh perempuan.

Tentang konstruksi sosial terhadap tubuh ini, Cavallaro (2001:177) mengatakan bahwa “membingkai” tubuh adalah sebuah cara vital dalam melanggengkan struktur kekuasaan, pengetahuan, makna dan hasrat. Dalam urusan ini cantik nyatanya memilah representasi secara berbeda terhadap citra tubuh dan mendiskriminasikan bentuk lain dari tubuh diluar kehendak body image sehingga estetika nilai kecantikan digerakkan menganut arusutama yang dikonstruksikan oleh ras putih dan langsing dengan beragam identifikasi makna yang melekat di dalamnya.

Menurut Annastasia cantik yang memprioritaskan pada kulit putih dan langsing sebagai ukuran yang hampir berlaku umum menyebabkan terjadinya body image dillema terhadap perempuan. Dilema disebabkan perempuan tidak memilih mendefinisikan tubuh menurut caranya sendiri tetapi ikut arus terhadap nilai yang diterapkan oleh lingkungan di luar dirinya dalam menghargai tubuh (hlm. 97). Yang terjadi adalah kesenjangan antara idealitas tubuh dengan persepsi umum bagaimana tubuh dinilai sehingga realitas ini menghantui perempuan dan memojokkan cara berpikir mereka tentang status tubuhnya di ruang publik.

Kesenjangan berbentuk pencitraan tubuh negatif ini akan mengarah menjadi gangguan klinis parah dan di dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, suatu standar diagnosis gangguan mental, disebut sebagai body dysmorphic disorder. Gangguan ini dicirikan oleh ketidakpuasan terhadap penampilan tubuh, preokupasi dengan aspek penampilan dan terlalu melebih-lebihkan terhadap kekurangan tubuh (hlm. 101). Dilema itu betul-betul muncul dan menjadi konflik diri perempuan setelah Anastasia melakukan serangkaian penelitian studi kasus terhadap terhadap gejala kegemukan.

Pengondisian sosial sebagai kebiasaan yang diulang-ulang mengenai tubuh seksi juga diperkuat oleh konstruksi budaya patriarki yang memfantasikan hasrat seksualitas melalui bentuk-bentuk tubuh langsing, montok, erotis dan sensual. Persepsi demikian diinternalisasi oleh perempuan yang menjadikan tubuh langsing dan seksi sebagai ukuran obyektifikasi bagi tujuan eksistensi. Sampai-sampai kelangsingan ini menjadi konsep psikososial di mana tubuh langsing menjadi prasyarat kenikmatan seksual. Kecenderungan penilaian kualitas seksual serta merta mengorganisasi keintiman didasarkan pada bentuk tubuh perempuan dan peningkatan berat badan akan berarti mengganggu cara kerja hubungan seksual suami-istri. Begitulah sehingga relasi intim banyak direproduksi oleh daya kontrol untuk tetap memertahankan bentuk langsing dan seksi sebagai satu-satunya daya pikat. Tafsir dominan seperti ini menjadi sindrom perempuan takut hamil atau menghindari menyusui pasca melahirkan.

Buku ini tidak hanya menggugat diskriminasi tubuh cantik, tetapi juga membangun kesadaran kritis terhadap tafsir tunggal kecantikan yang membelenggu pendisiplinan pencitraan tubuh secara sepihak. Bagi perempuan, buku ini akan menyehatkan dan bagi laki-laki akan membantu merubah persepsi terhadap representasi tubuh perempuan untuk dinilai secara bijak, bukan sesuatu yang harus dilihat secara hitam-putih.